Senin, 18 Februari 2019

Pemuda, Etika dan Kebangkitan Bangsa

Walid El-Faqoth

Khabaruna - Era pemuda Indonesia tampaknya hanya cukup dan berhenti sampai pada era orde baru saja, selebihnya adalah era pemuda yang masuk jeruji besi karena ulahnya sendiri. Kenapa demikian?


Sebagaimana kita ketahui pada zaman dahulu (masa perjuangan kemerdekaan) para pemuda yang berkorban untuk membela negara tercinta ini, mereka berani untuk mendapatkan luka-luka yang mungkin saja pemuda sekarang berusaha untuk menghindarinya.

Siapa yang salah jika seperti ini? Apakah Pemerintah? Sekolah? Orang tua? Atau teman-teman mereka yang selalu mengajak mereka untuk kebut-kebutan dan teriak-teriakan di malam hari? Atau apakah semuanya yang harus disalahkan?

Pemerintah bersalah karena kurang ketat dalam hal hukum bagi para pemuda di bawah umur. Sekolah juga bersalah karena dalam hal mendidik sekolah hanya fokus dalam hal pelajaran saja daripada jati diri mereka. Orang tua juga bersalah karena selalu memberikan apa yang mereka inginkan. Lalu, teman-teman mereka yang tentunya juga bersalah besar.

Dalam hal seperti ini tentunya terlalu banyak yang harus disalahkan, terlalu banyak yang harus dipikirkan, terlalu banyak yang harus dipidanakan. Lalu, apa jalan tengahnya agar dapat keluar dari problematika ini? Agar para pemuda kembali ke jalan yang sesungguhnya? Ini dia hal-hal yang harus dibenahi.

Banyak dari kita yang sebenarnya memiliki potensi untuk bangkit dan menjunjung potensi-potensi pemuda di bumi Indonesia ini. Salah satunya adalah bidang kemampuan. Pemuda Indonesia banyak yang memiliki kemampuan, contohnya saja seperti anak jalanan mereka bergelut dalam hal mengaransemen lagu.

Pembalap liar, mereka berbakat dalam hal balapan dan bisa saja menjadi Rider MotoGP jika mereka mau. Pencopet, mereka handal dalam kecepatan tangan, mereka bisa saja menjadi Magician yang handal seperti mas Deddy (Corbuzier).

Sebagaimana kita ketahui, pemerintah mulai melakukan program-program inovasi dari SD digratiskan hingga biaya kuliah menggunakan UKT (uang kuliah tunggal). Jika kita mengobservasi lebih detail lagi, pada hakikatnya pemuda ini memiliki kekurangan dalam hal beretika. Mereka kurang paham dalam hal yang berkaitan dengan etika.

Pemuda dahulu (zaman perjuangan kemerdekaan) mengerti akan etika. Mereka paham apa yang harus mereka perbuat dalam hal berbicara, berbuat dan bercengkrama dengan yang lainnya. Pemuda sekarang sangat bertolak belakang mereka kurang paham dalam hal beretika.

Alangkah indahnya apabila di sekolah-sekolah lebih ditekankan pelajaran tentang etika. Di rumah, orang tua mendidik dengan metode yang sesungguhnya. Maka jika semua unsur memerhatikan dalam hal perbaikan etika, maka pemuda Indoneisia akan bangkit kembali, dan Ir. Soekarno tidak akan sia-sia dalam kata-katanya “Berikan aku 10 Pemuda maka akan aku goncangkan dunia beserta isinya”.

*Oleh : Walid El-Faqoth
*santri kelas 5 asal Jeddah, Arab Saudi
*Edited by Khabaruna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar