Kamis, 26 April 2018

Muasal Gelar Doktor dan Akta Mengajar


Khabaruna - Dunia Islam telah mengembangkan pendidikan sejak dini. Setelah itu, segera tumbuh lembaga-lembaga pendidikan. Terbentuk pula kalangan kaum cerdik cendekia. Dalam bidang hukum, khususnya, terobosan penting muncul. Di antaranya adalah lahirnya gelar doktor yang memberi kewenangan akademis bagi seseorang yang menyandangnya.


Gelar ini bermula pada upaya pakar hukum atau fikih untuk membuat akta yang memberi otoritas pada seorang ahli hukum, terkait dengan hukum agama, baik dalam kehidupan sipil maupun keagamaan. Hanya mereka yang menyandang gelar doktor dapat memiliki wewenang dalam menetapkan hukum dan memberi pengajaran.

Menurut George A Makdisi, pakar dunia Islam dan Arab, gelar doktor yang disematkan kepada seesorang dikenal dengan sebutan fakih, mujtahid, dan mufti. Seorang doktor berhak menyatakan pendapat hukumnya berdasarkan penelitian pribadi. Banyak sejarawan Kristen menelusuri asal usul hak yang melekat pada gelar ini, licentia decondi.

Pada abad pertengahan, istilah berkembang di universitas-universitas Kristen. Namun, jauh sebelum itu, istilah yang sama telah lebih  dulu berkembang di dunia Islam dengan nama, yaitu ijazah al-tadris atau al-ijazah bi al-tadris, bermakna izin atau akta untuk memberikan pengajaran.

Masuknya konsep ini ke Barat terjadi seiring dengan mengalirnya beragam ilmu pengetahuan Islam ke sana pada abad pertengahan. Makdisi menegaskan, akta mengajar berasal dari tradisi agama monoteis. Dengan demikian, akta semacam itu tak dikenal dalam tradisi Yunani dan Romawi kuno.

Hal yang sama tak bisa dilekatkan pula pada tradisi Bizantium Kristen yang meneruskan tradisi Yunani. Pun, bukan Barat Kristen Latin. Sebab, muncul akta ini akan bertentangan dengan kewenangan mengajar yang sudah ada sebelumnya, magisterium atau kebebasan akademis yang dikeluarkan oleh institusi gereja.

Sumber : Mozaik Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar