Rabu, 08 Februari 2017

Mengapa Paspor Haji Diberlakukan?


Khabaruna - Untuk menjawabnya, ingatan pun terlempar kembali ke sekitar tahun 1994, yakni ketika kian marak apa yang disebut overstay (kelebihan waktu menetap) di Arab Saudi.Sejumlah jamaah umroh yang memegang paspor hijau, sengaja tidak langsung pulang ke Tanah Air, dan memilih tinggal lebih lama di Saudi. Alasannya bermacam-macam, ada yang hendak mencari pekerjaan, atau menunggu waktu tibanya musim haji.


Pada waktu itu, fenomena overstay tersebut mendapat sorotan tajam dari media-media di negara kerajaan itu. Pun pemerintah Saudi, memperhatikan dengan lebih serius persoalan tersebut.
Sebenarnya, pemerintah Indonesia sudah berupaya mengantisipasi hal ini, dengan memberlakukan paspor coklat. Tepatnya, langkah itu sudah sejak lama diberlakukan, yakni pada masa Menteri Agama dijabat Prof Dr H Mukti Ali. Kala itu, namanya bukan paspor coklat.

Ini memang belum menjadi paspor khusus, dan pemakaian paspor umum (hijau) masih ditolerir. Hanya saja, sejak tahun 1994 itulah, mulai dibahas Undang-undang Keimigrasian, yang dalam salah satu pasalnya mewajibkan penggunaan paspor coklat untuk haji.Sejak itulah, tidak boleh sama sekali jamaah haji menggunakan paspor umum (hijau) untuk berangkat ke Tanah suci dalam rangka menunaikan ibadah haji. Pelarangan terkait upaya mencegah overstay usai ber-umroh, terutama umroh di bulan Ramadhan.

Kendati demikian, aturan itu tidak serta merta menghentikan adanya paspor hijau untuk beribadah haji. Ada yang atas undangan pemerintah kerajaan Arab Saudi, yang memakai visa ziarah, juga yang menggunakan visa umroh.

Dari tahun ke tahun, kerap ditemukan pemegang paspor hijau ketika tiba musim haji. Seperti pada musim haji 1428H lalu, jumlah jamaah haji berpaspor hijau mencapai puncaknya. Menteri Agama pernah menyebutkan, sekitar 1.912 paspor milik jamaah asal Indonesia ditahan pemerintah Saudi karena belum membayar sejumlah kewajiban, baik di Mina maupun Arafah.

Pemberlakuan paspor haji yang berwarna coklat, menurut mantan Menteri Agama Republik Indonesia periode 1993-1998 Dr dr KH Tarmizi Taher, sebetulnya ditujukan untuk melindungi jamaah. Karena waktu itu, banyak jamaah haji yang diiming-imingi oleh berbagai pihak, setelah selesai menunaikan ibadah haji, untuk jalan-jalan ke berbagai tempat dan negara.

''Ada iming-iming dari pihak tertentu yang menawarkan setelah ibadah haji, jamaah akan dibawa ke mana. Dengan adanya perlindungan secara undang-undang dan model paspor haji, maka tidak bisa digunakan ke tempat lainnya,'' katanya.Dengan demikian, jamaah bisa terlindungi dari dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. ''Kita harap maklum, jamaah haji kita umumnya orang desa, yang buta huruf, yang tidak mengerti apa-apa, yang mudah ditipu,'' tandas Tarmizi, Selasa (3/2).

Ia sendiri memahami kebijakan Pemerintah Saudi. Oleh sebab itu, berbagai pihak di Tanah Air hendaknya mengikuti aturan-aturan yang ada di Saudi, selaku tuan rumah haji.''Tetapi karena kita juga sudah menetapkan adanya paspor coklat atau paspor haji dengan undang-undang, maka membutuhkan suatu proses,'' tandas dia lagi.

Sumber: Ihram, Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar