Khabaruna - Untuk menanggulangi berita-berita hoax atau bohong di media sosial, sebuah badan akan dibentuk oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menjelaskan, nantinya badan ini akan bekerja sesuai dengan aturan. Bentuk organisasi dan aturannya masih dalam proses.
"Nanti kan ada sendiri pasal-pasalnya kan. Lagi dibentuk organsisasinya, posturnya dibentuk, lalu mereka kerja. Tentu nanti ada pasal-pasal yang akan dipakai sebagai pedoman kerja itu," kata Wiranto di Istana Negara, Jakarta, Selasa 10 Januari 2017.
Pedoman kerja badan anti-hoax ini, tetap mengacu pada undang-undang. Hanya undang-undang yang mana, Wiranto tidak menjelaskan secara rinci. Namun, menurutnya, landasan hukumnya sudah ada semua. Tinggal bagaimana mengkoordinasikannya.
Walau badan anti-hoax ini belum terbentuk, Wiranto mengaku kalau masyarakat terutama di daerah-daerah sudah menyikapi dengan baik terkait kabar-kabar hoax yang beredar.
"Mereka merasa perlu bahwa memang hal-hal yang menyangkut pemberitaan yang tidak benar, yang meresahkan masyarakat yang harus dibasmi," katanya.
Sementara itu, Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengatakan, kemungkinan Indonesia akan meniru cara-cara Jerman. Yakni regulasi di sana membolehkan negara untuk memberi denda kepada penyedia layanan berita-berita hoax apabila tidak dicabut dalam kurun waktu 24 jam.
"Di Jerman ada dua hal. Satu ada regulasi yang bisa memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mendenda platform seperti google, Facebook dan lain-lain kalau mereka mengakomodir berita-berita hoax," jelas Teten.
Apakah itu akan berbahaya buat demokrasi, Teten membantahnya. Menurutnya, negara dengan demokrasi yang baik seperti Jerman saja, menerapkan hal itu.
"Jerman negara demokrasi yang sudah maju, mengatur medsos nya bukan untuk merepresi, mengurangi demokrasi. Tapi justru untuk kualitas demokrasinya semakin baik," ujar Teten.
Hanya apakah ini yang akan digunakan nanti, Teten mengaku belum memastikan sebab masih dalam pembahasan. Ia lebih sepakat kalau aturan seperti di Jerman. Sebab, ada tanggungjawab juga dari pihak penyedia layanan itu.
Sumber: Viva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar