Selasa, 04 Oktober 2016

FOKUS: Membongkar "Gurita" Dimas Kanjeng


Khabaruna - Dari penipuan uang, pembunuhan hingga dugaan penyalahgunaan narkotika. Tiga kasus ini sekarang tengah menjerat Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Sang pimpinan dari duduk nyaman di kursi kehormatan di padepokannya, kini harus mendekam di jeruji besi.


Soal kasus pembunuhan, pemimpin Dimas Kanjeng Taat Pribadi sudah dijadikan tersangka. Pria berusia 46 tahun itu diduga terlibat pembunuhan dua santrinya Abdul Ghani dan Ismail Hidayat.

Ismail Hidayat diketahui dibunuh pada 2 Februari 2015 di Probolinggo dan Abdul Ghani dibunuh pada 13 April lalu di daerah yang sama. Jasad Abdul Ghani baru ditemukan aparat sehari setelahnya usai dibuang di Waduk Gajah Mungkur, Jawa Tengah.

Motif sementara soal pembunuhan ini, disebutkan bahwa Abdul Ghani dibunuh karena acap bicara buruk tentang Taat Pribadi di luar padepokan dan Abdul Ghani juga dinyatakan dieksekusi Tim Pelindung Dimas Kanjeng lewat perintah Taat Pribadi.

Sementara terkait kasus penipuan dengan motif penggandaan uang, beberapa laporan sudah masuk di Polda Jawa Timur (Jatim) dan Bareskrim Mabes Polri.

Empat laporan kasus penipuan itu masing-masing merugikan korban sebesar Rp830 miliar, Rp1,5 miliar dan Rp200 miliar di Polda Jatim dan Rp25 miliar di Bareskrim.

Atas dugaan dua kasus itu, Taat Pribadi pun beberapa waktu lalu dijemput paksa oleh polisi di padepokannya di Probolinggo. Bahkan aparat harus melontarkan tembakan gas air mata demi membubarkan para santri yang coba melindungi Taat Pribadi.

“Gurita” kasus yang melibatkan Dimas Kanjeng tak berhenti sampai kasus pembunuhan dan penipuan. Badan Narkotika Nasional (BNN) juga belakangan ikut “mengacak-acak” padepokan karena adanya laporan penyalahgunaan narkotika.

Akan tetapi, Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso (Buwas) masih harus “mengantre”, karena dua kasus sebelumnya masih ditelusuri pihak Polri.

“Sekarang yang terfokus dulu, masalah penipuan dan pembunuhan itu. kami bisa saja nanti (menyelidiki ada dugaan narkotika). Nanti tergantung perkembangan di Polri dulu,” tegas Buwas, Jumat 30 September lalu.

Gurita Kanjeng Dimas juga tidak hanya “menjangkau” warga biasa untuk dijadikan pengikutnya. Beberapa anggota TNI dari berpangkat prajurit hingga kolonel pun dikabarkan jadi pengikut Taat Pribadi dengan motif ekonomi.

“Ketua yayasannya saja Bu Marwah (Daud Ibrahim), itu profesor bisa ikut juga. Tentara apalagi. Gaji kita kurang. Kalau diiming-imingi seperti itu, wajar tergiur," terang Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI I Made Sukadana, Sabtu 1 Oktober lalu.

"Saya tidak mau menutupi. Memang ada anggota TNI aktif yang menjadi pengikut Taat. Tetapi, anggota itu sudah diberi pembinaan. Berdasarkan laporan dari intelijen, Padepokan Dimas Kanjeng tersebut berpotensi masalah, sebelum kasus itu heboh seperti sekarang yang terjadi," tambahnya.

Mereka bisa turut jadi pengikut Dimas Kanjeng, selain karena alasan ekonomi, juga dikatakan karena “dirayu” dengan bawa-bawa agama. Hal ini turut jadi perhatian Majelis Ulama Indonesia (MUI), di mana Dimas Kanjeng menjual nama agama agar lebih gampang dapat banyak pengikut.

“Jadi yang namanya agama itu lagi. Jadi supaya cepat berhasil cari pengikut, pakai atau bawa-bawa agama,” terang Wasekjen MUI Tengku Zulkarnai.

Sedangkan soal nama Marwah Daud Ibrahim yang turut disebut-sebut Pangdam V/Brawijaya di atas, mantan anggota DPR RI tiga periode itu juga jadi “sasaran” pemeriksaan polisi soal kasus penipuan, atas perannya sebagai Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng.

“Ini bagian pengembangan penyidikan. Siapa saja yang terkait dengan Taat Pribadi, akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan dan keterkaitan pengurus padepokan,” timpal Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul, Senin 3 Oktober 2016.

Selain jadi Ketua Yayasan Padepokan Kanjeng Dimas, Marwah Daud juga diketahui merupakan pendiri ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Tapi terkait pemeriksaan kasus hukum, ICMI menyatakan lepas tangan dan itu sudah jadi urusan Marwah pribadi dengan aparat.

"Kalau soal kasus Padepokan Kanjeng (Dimas Taat Pribadi) baiknya kita percayakan saja kepada aparat penegak hukum dan keadilan. Semua yang benar adalah benar dan yang salah pasti terbukti pada waktunya,” tandas Ketua ICMI Jimly Asshidiqie.

Sumber: Okezone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar