Khabaruna - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin sangat menyayangkan peristiwa kerusuhan di Tanjungbalai, Sumut.
Namun, kerusuhan itu menurutnya bukan terkait soal agama. Bersama aparat hukum, pihaknya terus melakukan penyelidikan atas amuk massa yang mengakibatkan terbakarnya tempat ibadah tersebut.
”Setelah kita dalami latar belakang peristiwa, sejauh ini tidak kita temukan unsur agama yang menjadi pemicunya,” ujarnya, Selasa (2/8).
Kementerian Agama (Kemenag), lanjut Lukman, menurunkan sejumlah pejabat sesuai bidangnya. Dalam peristiwa itu ada persoalan etnis yang sudah lama dan menjadi bibit atas peristiwa itu. Dikatakan Lukman, bibit-bibit ini seperti api yang menjadi pemicu dan meledak.
Lukman menyatakan, aksi massa yang melakukan pembakaran rumah ibadah merupakan bentuk pelampiasan amarah masyarakat. Dan itu, diprovokasi oleh isu yang beredar di media sosial (medsos). ”Itu sedang didalami, siapa di balik semua itu,” ucapnya.
Lukman mengaku, saat ini sudah dicapai kesepakatan. Dari peristiwa itu bisa diambil pembelajaran, bagaimana untuk terus berkomunikasi dengan para tokoh agama, dan juga tokoh masyarakat secara formal maupun informal.
Sebelumnya, diketahui amuk massa di Tanjung Balai bermula dari keluhan seorang warga terhadap suara adzan masjid. Keributan pecah, ketika pihak masjid mendatangi kediaman warga tersebut. Dibantu pihak aparat keamanan mediasi pun terjadi. Namun sayang, sekelompok massa yang sudah berkumpul merusak sejumlah tempat ibadah.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kemenag Machasin menuturkan, pihaknya akan segera melakukan revisi atas surat edaran (SE) penggunaan pengeras suara di masjid. Pasalnya, surat edaran tersebut sudah hampir 40 tahun dikeluarkan oleh Kemenag. ”Kita sudah usulkan sejak Maret lalu untuk meninjau lagi surat edaran itu,” ujarnya.
Menurut Machasin, perlu ada perbaikan dengan menyesuaikan perubahan era modern ini. Tetapi amuk massa tersebut bukan dilatarbelakngi oleh suara adzan. Ada persoalan lain yang menjadi bibit-bibit akar kerusuhan.
Terkait perbaikan surat edaran tersebut, lanjut Machasin, harus mengadopsi hal-hal baru yang berkembang di masyarakat. Seperti jarak rumah warga yang sudah sangat padat.
Dalam surat edaran yang keluar pada 1978 tersebut, disebutkan Machasin, mengatur bahwa mengumandangkan adzan boleh keluar (dengan pengeras suara). Sedangkan ibadahnya ke dalam (tidak menggunakan pengeras suara).
Sumber: Jpnn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar