Khabaruna - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri masih terus mendalami kasus vaksin palsu. Salah satu yang ditelisik adalah alasan dan cara rumah sakit membeli vaksin palsu. Setidaknya ada 12 rumah sakit swasta yang terdata membeli vaksin tersebut.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, metode pembelian dan alasan rumah sakit memilih vaksin palsu itu penting untuk diketahui. Dengan begitu, dapat diketahui rumah sakit terlibat atau tidak.
"Tentu ini untuk mengetahui bagaimana peran rumah sakit," paparnya saat ditemui di kompleks Mabes Polri kemarin.
Saat ini setidaknya sudah 12 rumah sakit (RS) yang menjadi pembeli dari produsen vaksin palsu. Seperti sebelumnya, semua RS itu dipastikan swasta. Namun, Agung masih enggan menyebut identitas RS itu. "Mereka punya hak yang juga harus dilindungi. Rumah sakit belum tentu terlibat. Rumah sakit itu yang pasti ada di Jawa," ujarnya.
Selain cara dan alasan membeli vaksin palsu, Bareskrim juga berfokus untuk mengetahui pengelolaan limbah medis. Sebab, menurut Agung, pengelolaan limbah medis itu menjadi titik awal pemalsuan vaksin.
Tanpa botol vaksin bekas, lanjut Agung, para pemalsu itu sulit untuk membuat vaksin tersebut. Tentu mengetahui pengelolaan limbah medis itu menjadi salah satu yang harus diutamakan. "Bisa jadi, dari oknum pengelola limbah medis rumah sakit ini, ada yang bekerja sama dengan pelaku," terangnya.
Hingga saat ini, Bareskrim telah menetapkan 18 tersangka untuk kasus vaksin palsu. Mereka terdiri atas produsen, distributor, dan pemilik apotek atau klinik. Hingga saat ini, belum ada pelaku yang berasal dari RS. "Semoga bisa ditemukan indikasinya ya," ujarnya.
Selain itu, saat ini Bareskrim telah menyita sejumlah aset milik produsen vaksin palsu.
Selain sejumlah rekening, ada penyitaan mobil Pajero berwarna putih milik pasangan Hidayat dan Rita Agustina yang menjadi tersangka. "Aset tidak bergerak seperti tanah dan rumah juga sedang diperiksa. Kami harus memastikan aset itu hasil dari pemalsuan vaksin," tegasnya.
Dia menuturkan, dari pemeriksaan selama ini, diketahui omzet setiap produsen vaksin palsu itu dalam sekali transaksi minimal Rp 200 juta. Belum lagi bila dalam sebulan ada beberapa transaksi.
Sebelumnya, Bareskrim telah memeriksa empat perawat rumah sakit yang membeli vaksin palsu. Kandungan berbahaya dari delapan sampel vaksin juga dipastikan tidak ada. Hanya, kandungan vaksin palsu itu tidak berguna untuk tubuh.
Sumber: Jpnn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar