Khabaruna, Jakarta - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menyatakan belum ada negara yang berhasil mengembangkan thorium secara komersial sebagai sumber energi pembangkit listrik. Karena itu perlu hati-hati untuk menggunakan komoditas mineral tersebut.
Kepala BATAN Djarot Wisnubroto mengatakan, untuk memanfaatkan thorium sebagai pembangkit tetap memerlukan peran uranium. Hingga kini belum ada negara yang mengembangkan thorium sebagai sumber energi pembangkit listrik secara komersial.
"Mungkin di dunia belum ada komersial. Thorium bukan bahan berdiri sendiri, butuh uranium untuk memicu jadi sumber energi pembangkit. Di Jepang pun belum gerak ke arah situ (thorium menjadi sumber energi listrik)," kata Djarot, Minggu (10/4/2016).
Djarot menuturkan, meski thorium berasal dari alam, untuk mengubah reaktor yang saat ini berbasis uranium ke thorium tidak mudah, karena membutuhkan proses panjang. Negara yang sudah mengembangkan nuklir sebagai sumber energi pembangkit listrik pun masih mempertimbangkan beralih ke thorium.
"Meski secara teoritis thorium lebih banyak di alam dan limbah lebih sedikit, mengubah reaktor berbasis uranium ke thorium tidak mudah karena butuh proses panjang," ujar dia.
Djarot melanjutkan, ada perusahaan asal Tiongkok dan India yang berambisi mengembangkan thorium sebagai energi listrik, namun hal tersebut harus dipertimbangkan matang. Butuh waktu lama untuk mengembangkan thorium.
"Di Jepang pun belum gerak kearah situ (thorium menjadi sumber energi listrik), kecuali ada perusahaan belum begitu besar Tiongkok dan India, mereka punya ambisi mengembangkan thorium tapi jangka panjang," ujar Djarot.
Indonesia mulai melirik membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) non uranium, melainkan berbasis unsur thorium atau nuklir hijau.
Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) untuk Pokja Energi Zulnahar Usman mengungkapkan, pihaknya telah mempresentasikan arah kebijakan energi ke depan dengan membangun pembangkit listrik berbahan bakar thorium kepada Presiden Joko Widodo.
Sebuah energi nuklir yang mengandung unsur reaktif lebih aman dibanding uranium. "Sudah dipresentasikan ke Presiden. Presiden sudah mempelajarinya beberapa kali dan dianggap bagus, juga bisa dilaksanakan. KEIN akan terus mengawalnya melalui Pokja Energi dan Sumber Daya Mineral mendukung penggunaan energi alternatif torium," jelas Zulnahar.
Zulnahar mengungkapkan, sudah ada investor yang berminat membangunpembangkit nuklir torium di Indonesia. Walaupun masih menutup identitasnya, ia menyebut, donator PLTN thorium berasal dari dalam dan luar negeri.
Saat ini, KEIN dan investor tersebut masih terlibat dalam negosiasi dan mencari lokasi yang cocok untuk membangun reaktor nuklir thorium. Sebelumnya, Kalimantan dan Bangka Belitung disebut-sebut menjadi lokasi paling aman untuk membangun PLTN.
"Sudah ada donaturnya dari dalam dan luar negeri, tapi nanti kalau sudah final, kita akan beri tahu," ujar Zulnahar.
Ia mengatakan, pembangunan PLTN thorium belum diwacanakan negara ASEAN lain, kecuali Indonesia. Sekarang ini, sambung Zulnahar, baru China dan Amerika Serikat (AS) yang sedang sibuk membangun nuklir hijau itu.
"China siap mengoperasikan nuklir torium 2022, AS pada 2025 tapi dia bangun di Afrika. Nah kita bisa mendirikan nuklir thorium antara 2022-2025. Negara ASEAN belum mengarah ke sana, baru Indonesia. Jadi ada prioritas kita ke pembangkit nuklir thorium tapi setelah periode lima tahun ini," kata Zulnahar.
Dengan rencana besar tersebut, Zulnahar mengakui, Indonesia akan memiliki tambahan kapasitas listrik seiring maraknya pembangunan industri di Tanah Air.
Operasional industri tentu harus didukung energi listrik yang memadai, termasuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia yang saat ini masih di bawah Malaysia dan Singapura.
"Karena rencananya mau bangun nuklir thorium berkapasitas 500 Mw untuk satu reaktor. Nah tidak bisa bangun satu reaktor saja. Jika nuklir hijau berjalan, maka dampaknya luar biasa sekali buat memasok listrik ke rumah, industri, seperti pabrik, dan lainnya," tutur dia.
Ia mengakui bahan bakar thorium yang berasal dari limbah timah sangat berlimpah di Indonesia. Negeri ini penghasil timah nomor satu di dunia, sebagai contoh thorium banyak ditemukan di Bangka Belitung
"Thorium lebih murah, aman dan dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan listrik yang semakin tinggi. Murah karena biaya membangun reaktor nuklirnya lebih rendah dari reaktor uranium, harga listriknya juga cuma US$ 3 sen per Kwh," ucap Zulnahar.
Sumber: Liputan6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar