Khabaruna - Para pemimpin Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) hampir dua dekade lalu sepakat membentuk pasar tunggal di kawasannya pada akhir 2015, yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Mereka sepakat, agar daya saing Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) meningkat sekaligus bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi.
Pembentukan pasar tunggal yang berlaku mulai Januari 2016 ini memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara yang sepakat dalam ASEAN Economic Community (AEC) atau MEA sehingga kompetisi akan makin ketat.
MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara dan akuntan.
Selain itu, MEA juga membuka arus bebas investasi dan arus bebas modal di kawasan yang merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok.
Bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi), memasuki era MEA itu artinya peningkatkan kemampuan untuk berkompetisi menghadapi persaingan, dan menjadi hal penting.
Presiden berharap masyarakat tidak takut terhadap persaingan.
Sebenarnya, Presiden Jokowi menilai, hampir semua kepala negara di ASEAN ketika bertemu dirinya justru mengkhawatirkan negara mereka kebanjiran produk dari Indonesia. Mereka beranggapan, justru Indonesia yang diuntungkan dalam penerapan MEA.
ASEAN beranggotakan 10 negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.
Untuk menyambut MEA, Presiden menyebutkan bahwa infrastruktur menjadi fokus pemerintah dan telah disiapkan anggaran sebesar Rp313 triliun untuk pembangunannya.
Sementara itu, ada beberapa catatan yang patut dicermati pada era MEA, antara lain berdasarkan laporan Indeks Kinerja Logistik 2014, Indonesia menempati posisi 53 dengan nilai rata-rata 3,08, sementara negara tetangga, Singapura berada di peringkat lima, Malaysia di posisi 25, Thailand di peringkat 35 dan Vietnam di peringkat 48.
Selain itu, laporan peringkat daya saing Indonesia 2015-2016 sebagaimana dikeluarkan Forum Ekonomi Dunia (FED) pada September 2015 menyebutkan bahwa Indonesia pada laporan yang dilakukan terhadap 140 negara itu berada di posisi 37 dunia dengan nilai 4,52 atau turun tiga peringkat dibanding tahun lalu.
Singapura berada di posisi dua dengan nilai 5,68, Malaysia di posisi 18 dengan nilai 5,23, dan Thailand di peringkat 32 dengan nilai 4,64.
Sementara itu, Filipina dan Vietnam masing-masing di posisi 47 dan 56 dengan nilai masing-masingn 4,39 dan 4,30.
Ada 113 indikator yang digunakan FED untuk mengukur produktivitas suatu negara di antaranya adalah infrastruktur, inovasi dan lingkungan makro ekonomi.
Sumber: Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar