Sabtu, 12 Desember 2015

Pilkada Sumenep: Sedih Menyaksikan Kyai dan Nyai "Rebutan" Kekuasaan


Khabaruna: Pemilu Kepala Daerah Kabupaten Sumenep 2015 diikuti oleh dua tokoh pimpinan pondok pesantren terkenal di Sumenep. Yang pasangan urut nomor 1, Abuya Busyro Karim atau yang dikenal dengan Kyai Busyro merupakan pimpinan di pondok pesantren Al-Karimiyah, di kecamatan Gapura.


Sedangkan dari pasangan nomor urut 2 ada Dewi Khalifah atau yang terbiasa dikenal dengan panggilan Nyai Eva merupakan tokoh pimpinan di lingkungan pondok pesantren Aqidah Usmuni Tarate Sumenep.

Kedua tokoh agama tersebut pada tahun 2015 ini terlibat dalam persaingan calon bupati dan wakil bupati Sumenep.

Namun sayang, meskipun kedua-duanya sudah sama-sama tokoh agama dan pimpinam pondok pesantren, masyarakat tidak bisa mengambil pelajaran baik dari kedua tokoh tersebut.

Hal ini dikarenakan kedua tokoh tersebut melakukan tindakan saling klaim kemenangan berdasarkan quick count sebelum hasil real count dumumkan. Bahkan salah satu pasangan menuding pasangan yang lain melakukan kecurangan dan menuntut pemilihan ulang.

Ini menggambarkan bahwasanya Kyai atau Nyai sekalipun tidak bisa ditiru dalam hal kekuasaan. Ternyata mereka juga "serakah" ketika berhadapan dengan kekuasaan.

Berbeda dengan ajaran Imam Ghazali, penulis buku Ihya' Ulumuddin yang menjadi bahan pelajaran utama dalam pondok pesantren, beliau mengajak umat Islam untuk hidup zuhud dan menjauhi kehidupan politik. Ajaran ini pasti diajarkan dalam semua pondok pesantren di Sumenep, termasuk di pesantren para calon bupati tersebut.

Minimal sebagai tokoh agama dan masyatakat mereka ingat apa yang selalu dibaca para santri mereka selesai shalat: "Allahumma La Mani'a lima A'thayta wa la Mu'tiya lima Mana'ta" (Ya Allah tidak ada yang bisa menghalangi apa yang engkau berikan, dan tidak akan ada yang memberi sesuatu apapun jika engkau melarangnya).

Terlepas dari apapun pembelaan klaim masing-masing, kecurangan, jika terbukti, siapapun pelakunya tetaplah salah. Begitu pula ketidak mampuan menerima kekalahan bukanlah sikap yang diajarkan di dalam kitab kuning yang dipelajari santri di pondok pesantren, karena kitab kuning selalu menyuruh kita untuk hidup Qana'ah atau menerima dan mensyukuri pemberian Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar