Khabaruna - Situs tapak bima terletak di dusun Ngasinan, Karangbangun, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah. Di Matesih dikenal sebagai lokasi makam mantan Presiden Soeharto. Di sini terdapat sebuah tapak kaki yang ukurannya jauh di atas manusia normal.
“Tapak kaki yang terdapat pada sebuah batu besar dengan panjang hampir mencapai satu meter itu, dipercaya oleh warga sebagai tapak kaki milik Bima yang merupakan satu di antara pandawa Lima,” ujar warga sekitar, Wito.
Menurut cerita yang berkembang, Bima diutus oleh sang Guru yakni resi Dorna untuk mencari susuh angin. Dalam pengembaraannya tersebut konon Bima sampai di wilayah Karanganyar.
Lantaran di Karanganyar ini Bima tidak menemukan apa yang dicarinya, lalu dengan sekuat tenaganya dia menghentakkan kakinya pada sebuah bukit berbatu untuk pijakan meloncat ke awan.
Sejak saat itu, tumpukan batu yang awalnya dengan bukit berbatu itu runtuh dan menyisakan sebuah batu dengan tertanda kaki kanannya.
Namun selain disebut tapak Bima, batu ini juga disebut sebagai tapak Werkudara. Situs Tapak Bima atau Tapak Werkudara ini sendiri letaknya memang tersembunyi yakni berada di tengah kebun milik warga. Untuk menuju situs ini, harus meminta bantuan warga untuk mengantarnya. Karena tidak ada penunjuk jalannya.
Konon banyak warga yang kesurupan di tempat ini. Saat kesurupan, warga tadi mengeluarkan suara yang berat layaknya suara Bima yang sering dicontohkan oleh dalang wayang kulit.
Bukan hanya itu saja, warga tersebut juga menggambarkan sosok yang tengah merasukinya. Dan sosok yang digambarkan warga tersebut adalah sosok Bima.
Sehubungan dengan itu, warga banyak yang percaya bahwa tapak kaki yang juga memperlihatkan jari-jari kaki kanan dengan ukuran super besar itu adalah memang benar tapak kaki milik dari Bima atau yang bagi masyarakat jawa lebih sering disebut dengan Werkudara.
Tak jauh dari lokasi ini, terdapat situs watu kandang terdiri dari deretan batu berdiri yang tertata rapi, Watu Kandang diperkirakan sudah ada sebelum candi-candi di Indonesia dibangun.
Ada banyak sekali jenis dan bentuk peninggalan jaman Megalitikum di kompleks batu berjejer itu. Ada Punden Berundak yang berdiri condong sehingga seperti punden berundak yang biasanya disembah sebagai nenek moyang masyarakat jaman Megalitikum.
Di tempat itu pula ditemukan Menhir dari salah satu jajaran Watu Kandang. Menhir tersebut besar dan berdiri tegak seperti tugu. Dengan adanya Menhir tersebut, dapat diasumsikan bahwa dahulu kala Watu Kandang dijadikan sebagai tugu suci tempat pemujaan roh-roh nenek moyang.
Batu yang lain berbentuk seperti meja atau Dolmen. Terletak di tengah-tengah Watu Kandang lainnya, diperkirakan Dolmen tersebut digunakan untuk meletakkan sesaji kepada roh nenek moyangnya.
Kemudian, ada sebuah batu yang besar dan melebar, di tengahnya berbentuk cukung dan dalam. Watu Kandang ini digolongkan sebagai Lumbung Batu. Peninggalan bentuk ini dahulu digunakan sebagai tempat pengupasan padi.
Sebagai lambang kesuburan, terdapat batu berlubang seperti alat untuk main dakon. Batu itu dinamakan Watu Dakon. Terakhir, ada Kubur Batu yang digunakan untuk meletakkan jenazah. Bentuknya persegi empat dengan ukuran batu dan jarak batu sama dan teratur.
Walaupun objek wisata sejarah ini unik dan harus dikunjungi, sayangnya hanya sedikit wisatawan domestik yang menyambangi tempat tersebut. Lokasi ini malah lebih banyak dikunjungi oleh warga negara asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar