Khabaruna - Kotor dan bau. Image itu seolah lekat benar pada sosok kecoak. Bagaimana tidak, binatang yang satu ini sering kali ditemukan di tempat sampah dan selokan. Namun siapa sangka kecoak ada lho manfaatnya, terlebih bagi dunia kesehatan.
Dikutip dari BBC dan ditulis pada Selasa (3/11/2015), ada sekitar 4.500 jenis kecoak yang dikenal dan tersebar hampir di semua belahan bumi. Namun hanya empat spesies yang dianggap hama. Kebanyakan spesies kecoak tidak tinggal di dekat permukiman manusia, namun mereka melakukan peran ekologi penting, di mana mereka makan, mati dan membusuk.
Kecoak memberikan inspirasi bagi ilmuwan. Misalnya saja Prof Robert Full dari University of California, Berkley. Pergerakan kecoak menginspirasinya membuat robot berkaki delapan yang bergerak begitu cepat pada tahun 1980-an.
Coba perhatikan bentuk tubuh kecoak. Kaki dan tubuhnya didesain sedemikian rupa, ditambah exoskeleton fleksibel yang memungkinkan kecoak berjalan di medan yang rumit. Hewan ini juga tidak mudah tenggelam dan masih bisa bertahan hidup meski tanpa kepala.
Kecoak memiliki 6 pasang kaki panjang yang berbulu. Bulu-bulu pada kaki kecoak itu bukan tanpa fungsi lho, karena merupakan indra peraba. Nah, kaki kecoak ini juga telah memberikan inspirasi bagi para ilmuwan untuk mendesain kaki prostetik manusia di masa mendatang.
Mekanisme pegas pada kecoak merupakan dasar untuk membuat tangan palsu. Menurut Robert D Howe, Kepala Harvard's Biorobotics Laboratory, tujuannya adalah untuk menciptakan tangan yang bisa meraih objek secara keseluruhan, sebagaimana tangan manusia mengangkat secangkir kopi.
Tak cuma itu, kecoak juga membantu terciptanya robot kecoak yang merupakan perpaduan dengan kecoa hidup. Di punggung kecoak ini dipasang komputer mini, kemudian kecoak dikirim ke tempat-tempat yang sulit diakses manusia seperti di bangunan roboh ataupun di selokan rusak. Kemudian data direkam oleh komputer mini dan dikirim ke komputer sesungguhnya.
Kecoak juga digunakan untuk percobaan mengendalikan pikiran. Kegiatan ini dilakukan mahasiswa Shanghai Jiao Tong University pada pertengahan 2015 lalu. Para mahasiswa menunjukkan mereka bisa mengontrol kecoak menggunakan pikirannya. Dengan menerjemahkan gelombang otak manusia menjadi impuls listrik, para mahasiswa ini bisa mengarahkan kecoak ke sebuah lorong.
Para ilmuwan pun telah lama bertanya-tanya bagaimana kecoak bisa hidup di lingkungan yang kotor tanpa efek sakit. Selidik demi selidik dilakukan, ternyata kecoak menghasilkan antibiotik sendiri. Karena itu kecoak ditengarai bisa menjadi kunci dalam pengembangan obat untuk mengatasi bakteri penyebab sakit pada manusia seperti E. coli dan Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus (MRSA).
Sebenarnya penggunaan kecoak untuk tujuan pengobatan bukanlah sesuatu yang baru. Ini antara lain diketahui dari tulisan seorang jurnalis dan penulis yang melakukan perjalanan ke negara bagian selatan Amerika Serikat di abad ke-19, Lafcadio Hearn.
"Untuk tetanus diberikan teh kecoak. Saya tidak tahu berapa banyak kecoa yang diperlukan untuk membuat satu cangkir teh, tapi pengobatan ini sangat dipercaya penduduk New Orleans," tulis Hearn.
Bahkan saat ini beberapa rumah sakit di China menggunakan krim yang dibuat dari bubuk kecoak untuk mengatasi luka bakar. Sirup yang dibuat dari kecoak juga terkadang diberikan pada pasien untuk mengurangi gejala gastroenteritis.
Karena adanya permintaan kecoak, Wang Fuming pun mendirikan sebuah peternakan kecoak di Provinsi Shandong di China timur. Peternakan kecoak itu dibangun di bawah tanah. Menurutnya peternakan kecoa ini cukup menjanjikan lantaran sejak 2010 harga kecoak kering meningkat hingga 10 kali lipat.
Sumber: Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar