Khabaruna - Direktur Jenderal Kelembagaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Patdono Suwignjo, menegaskan bahwa penonaktifan perguruan tinggi bermasalah bukan berarti izin perguruan tinggi tersebut dicabut.
"Penutupan itu bukan pencabutan izin, tapi hukuman penonaktifan terhadap pelanggaran yang dilakukan perguruan tinggi," kata Patdono di gedung Direktorat Jenderal Kelembagaan, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2015.
Ia mengatakan bahwa status perguruan tinggi dapat berubah sewaktu-waktu. "Tergantung sanksi, jika langsung memperbaiki laporan akan dibuka lagi izinnya," katanya.
Patdono memaparkan dasar penonaktifan perguruan tinggi antara lain tidak adanya laporan yang diberikan perguruan tinggi selama 4 semester, serta rasio dosen dan mahasiswa yang tidak berimbang. Selain itu, pelaksanaan pendidikan di luar kampus tanpa izin dan adanya konflik internal dalam kampus.
Dia juga mengatakan sejumlah perguruan tinggi yang bernaung di bawah yayasannya sudah tidak ada. "Ada yayasan yang sudah buyar tapi PT (perguruan tinggi) masih hidup. Jadi ini tidak ada yang punya," katanya. Ia mangatakan bahwa status nonaktif dapat dicabut dengan syarat membentuk yayasan baru.
Masalah lain adalah masalah alih kelola yayasan perguruan tinggi oleh pihak ketiga. "Masalah pindah kelola, di Dikti jual beli izin itu haram. Maka dinonaktifkan," kata dia.
Pemindahan kampus tanpa izin dan laporan, menurutnya juga membuat status nonaktif itu dijatuhkan. "Waktu visitasi alamat bangunannya tidak ada padahal sudah disetujui berarti pindah tapi tidak izin," katanya.
Dengan status nonaktif, kata Patdono, layanan terhadap kampus dihentikan. Layanan itu meliputi usulan akreditasi penambahan program studi, sertifikasi dosen, hibah, dan beasiswa. "Kalau PT dalam keadaan konflik tidak boleh menerima mahasiswa baru dan wisuda sampai konfliknya selesai," katanya.
Tahun ini, Kementerian telah menonaktifkan 243 perguruan tinggi. Pada 2014, jumlahnya jauh lebih banyak, yakni 576 perguruan tinggi. "Sudah separuh yang tidak aktif jadi aktif. Pada 2016 harapannya jumlah nonaktif akan berkurang lagi," katanya.
Sumber: Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar