Opini – by Sidiq Mustakim
Beberapa waktu
yang lalu, tepatnya hari Jum'at 7/8/2015, penulis berkesempatan untuk
berjalan-jalan mengamati keadaan yang terjadi sepanjang jalan
Prenduan-Sumenep. Sepanjang perjalanan ternyata ada hal yang sedikit
menyita pandangan penulis, yaitu ada banyak sekali pamflet bergambar
pasangan Cabup dan Cawabup Sumenep.
Di antara pamflet yang
cukup banyak berjejer di sepanjang jalan adalah gambar pasangan Abuya
Busyro Karim dan Ahmad Fauzi. Terutama ketika penulis melewati daerah
Saronggi hingga daerah kota, gambar kedua pasangan tersebut hampir
bisa dikatakan cukup ramai memenuhi pinggir jalan. Ada yang ditempel
ke pohon, ada yang dipasang ke bambu lalu disandarkan pada pohon, dan
bahkan tidak ragu-ragu menaruh gambar-gambar tersebut di lampu
persimpangan atau traffic light.
Tidak hanya keramaian
pemasangan pamflet yang cukup menyita perhatian, namun juga ada hal
yang cukup membuat hati penulis bertanya: Apa maksud yang ada di
gambar-gambar tersebut?
Coba perhatikan gambar
pamfler pasangan Cabup Cawabup tersebut. Nampak gambar tersebut
didominasi warna hijau dan merah, yang mungkin bisa ditebak secara
instan, bahwasanya itu adalah gambar lambang partai-partai pengusung
kedua pasangan tersebut.
Hal ini bisa kita maknai
bahwasanya Abuya Busyro Karim diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB) yang memang warna partainya menggunakan warna dominan hijau,
sekaligus juga warna hijau identik dengan warna Islam. Sedangkan
pasangannya Ahmad Fauzi diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P) yang juga dikenal dengan dominasi warna merah
sebagai lambangnya, sekaligus juga menjadi simbol nasionalisme bung
Karno.
Sampai hal tersebut
nampaknya tidak ada yang bermasalah, karena hal itu memang sudah
menjadi biasa dan tidak perlu diperdebatkan. Namun setelah melihat
tulisan yang diwarnai dengan warna berbeda, yang satu berwarna hijau
dan yang lain berwarna merah, dan kebetulan yang berwarna hijau
berbunyi begini: “BANGUN DESA”, dan yang berwarna merah berbunyi:
“NATA KOTA”. Apakah tidak mungkin hal tersebut tersirat makna
tersendiri terkait dengan personal ataupun partai pengusungnya?
Pikiran penulis berputar
mencoba menerka-nerka: “apa mungkin maksudnya untuk urusan
desa-desa serahkan saja kepada partai hijau? Atau kepada sang cabup?,
kemudian untuk urusan yang berkaitan dengan kota akan ditangani
partai merah? Atau kepada si cawabup?”. Atau ada makna lain yang
sebenarnya tidak boleh diungkap berkaitan dengan pemilihan kata
dengan warna tertentu? Wallahu a'lam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar